DAFTAR NAMA-NAMA MAHASISWA | ||
KELAS A1 PGMI ONE MODE ANGKATAN 2012 | ||
FITK UIN JAKARTA | ||
NO | N A M A | NIM |
1 | Abdul Majit | 809018300394 |
2 | Abdul Rozak | 809018300488 |
3 | Abdurrahman Saleh | 809018300456 |
4 | Achmad Syamsuddin | 809018300493 |
5 | Adhy Nurhadali | 809018300457 |
6 | Amelia | 809018300721 |
7 | Balilah | 809018300458 |
8 | Damroh | 809018300459 |
9 | Ely Widawati | 809018300460 |
10 | Iis Supriatin | 809018300463 |
11 | Ilhamsyah | 809018300464 |
12 | N a s r i | 809018300469 |
13 | Nurmakin | 809018300482 |
14 | Rosyadah | 809018300494 |
15 | S a l a m i | 809018300481 |
16 | S a o d a h | 80901830048 |
17 | S a y u t i | 809018300473 |
18 | Siti Habibah | 809018300474 |
19 | Siti Rahmah | 809018300475 |
20 | S o l i h i n | 809018300476 |
21 | Sri Maryanti | 809018300495 |
22 | S u k a s i h | 809018300720 |
23 | S y u k r o n | 809018300478 |
24 | Syafi'i HM | 809018300489 |
25 | Syarifuddin | 809018300479 |
26 | Yayah Tazkiyah | 809018300480 |
27 | A l f i y a h | 809018300871 |
28 | Ahmad Gunawan | 809018300870 |
29 | Dariatun Nasihah | 809018300873 |
30 | Dewi Nurlaila | 809018300876 |
31 | Ace Mujibul Rahman | 809018300867 |
32 | Devi Elia Mulyati | 809018300875 |
33 | Iin Quraisin | 809018300880 |
34 | Dedeh Nurhayati | 809018300692 |
35 | Hasan Basri | 809018300878 |
36 | A r m a n i | 809018300879 |
PGMI ONE MODE A 1
Selasa, 01 Oktober 2013
KELUARGA BESAR A1 PGMI UIN JAKARTA T
Sabtu, 19 Mei 2012
Evaluasi Pembelajaran IPS
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah proses pembelajaran komponen yang turut menentukan
keberhasilan sebuah proses adalah evaluasi. Melalui evaluasi orang akan
mengetahui sampai sejauh mana penyampaian pembelajaran atau tujuan pendidikan
atau sebuah program dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan dalam
kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Melalui Evaluasi, kita akan mengetahui
perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan social,
sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik serta keberhasilan sebuah
program.
Dalam dunia pendidikan dan pembelajaran ada beberapa istilah yang sering
digunakan, baik secara bersamaan maupun secara terpisah. Istilah tersebut
adalah pengukuran. penilaian, dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut
memiliki perbedaan.
Mengacu pada asumsi bahwa pembelajaran merupakan system yang terdiri atas
beberapa unsure, yaitu masukan, proses dan hasil; maka terdapat tiga jenis
evaluasi sesuai dengan sasaran evaluasi pembelajaran, yaitu evaluasi masukan,
proses dan hasil pembelajaran.
Terkait dengan ketiga jenis evaluasi pembelajaran tersebut, dalam praktek
pembelajaran secara umum pelaksanaan evaluasi pembelajaran menekankan pada
evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Hal ini didasarkan
pada pemikiran bahwa pelaksanaan kedua jenis evaluasi tersebut merupakan
komponen system pembelajaran yang sangat penting.
Evaluasi kedua jenis komponen yang dapat dipergunakan untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahan pelaksanaan dan hasil pembelajaran. Selanjutnya masukan
tersebut pada gilirannya dipergunakan sebagai bahan dan dasar memperbaiki
kualitas proses pembelajaran menuju keperbaikan kualitas hasil pembelajaran.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut di atas, maka rumusan masalah
pada makalah ini adalah :
1.
Pengertian Evaluasi
2.
Karakteristik
Evaluasi Pembelajaran IPS
3.
Hakikat Evaluasi
Hasil Belajar IPS
BAB II
P EM B A
H A S A N
A.
Pengertian Evaluasi
Secara harafiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran
(John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971)
mendefinisikan evaluasi sebagai “The process of delineating, obtaining, and providing useful
information for judging decision alternatives”. Artinya evaluasi
merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang
berguna untuk merumuskan suatu alternative keputusan.
Evaluasi menurut Kumano (2001) merupakan penilaian
terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen. Sementara itu menurut
Calongesi (1995) evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan
hasil pengukuran. Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul dan Nasution
(2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses
pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui
pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi
adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi
juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan
informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.
Dengan demikian, Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk
menentukan atau membuat keputusan sampai sejauhmana tujuan-tujuan pengajaran
telah dicapai oleh siswa (Purwanto, 2002).
Arikunto (2003) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah
serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program
pendidikan. Tayibnapis (2000) dalam hal ini lebih meninjau pengertian evaluasi
program dalam konteks tujuan yaitu sebagai proses menilai sampai sejauhmana
tujuan pendidikan dapat dicapai.
Berdasarkan tujuannya, terdapat pengertian evaluasi
sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dinyatakan sebagai upaya untuk
memperoleh feedback perbaikan program, sementara itu evaluasi sumatif merupakan
upaya menilai manfaat program dan mengambil keputusan (Lehman, 1990).
Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk
menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan,
perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru.
Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Bila ditinjau
dari tujuannya, evaluasi pembelajaran dibedakan atas evaluasi diagnostik,
selektif, penempatan, formatif dan sumatif. Bila ditinjau dari sasarannya,
evaluasi pembelajaran dapat dibedakan atas evaluasi konteks, input, proses,
hasil dan outcom.
Proses evaluasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu
tahap perencanaan, pelaksanaan, pengolahan hasil dan pelaporan. Tujuan
dilaksanakannya evaluasi proses dan hasil pembelajaran adalah untuk mengetahui
keefektifan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian hasil pembelajaran oleh
setiap peserta didik. Informasi kedua hal tersebut pada gilirannya sebagai
masukan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran.
B.
Karakteristik Evaluasi Pembelajaran IPS
Karakteristik dari pendidikan IPS adalah pada
upayanya untuk mengembangkan
kompetensi sebagai warga negara yang baik. Warga negara yang baik berarti yang dapat
menjaga keharmonisan hubungan di antara masyarakat sehingga
terjalin persatuan dan keutuhan
bangsa. Hal ini dapat
dibangun apabila dalam diri setiap
orang terbentuk perasaan yang menghargai
terhadap segala perbedaan, baik itu perbedaan
pendapat, etnik, agama,
kelompok, budaya dan sebagainya.
Bersikap terbuka dan senantiasa memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang atau
kelompok untuk dapat mengembangkan dirinya. Oleh karena itu pendidikan IPS
memiliki tanggung jawab untuk dapat melatih siswa dalam membangun sikap
yang demikian.
Evaluasi pada hakekatnya adalah penilaian progam,
proses dan hal pendidikan. Dalam pembelajaran IPS evaluasi emiliki pengertian
penilaian progam, proses dan hasil pembelajaran IPS. Evaluasi pembelajaran IPS
yang berkesinambungan, sebaiknya dilakukan terus menerus sesuai dengan
keterlaksanaan pembelajarannya. Evaluasi seperti ini merupakan baro meter atau
pengecekan apakah proses yang berlangsung itu dapat diikuti dan dipahami oleh
peserta didik, serta seberapa besar penguasaan atau pemahaman peserta didik.
Evaluasi itu berfungsi mengungkapkan kelemahan proses kegiatan mengajar yang
meliputi bobot materi yang disajikan, metode yang diterapakan, media yang
digunakan, dan strategi yang dilaksanakan. Hasil evaluasi dapat dijadikan dasar
memperbaiki kelemahan proses kegiatan belajar mengajar tadi, sedangkan di pihak
peserta didik , evaluasi ini berfungsi mengungkapkan penguasaan materi
pembelajaran oleh mereka dan juga untuk mengungkapkan kemajuannya secara
individual ataupun kelompok dalam mempelajari IPS. Dari sudut peserta didik
tujuan evaluasi ini adalah mendorong mereka belajar IPS sebaik-baiknya agar
mencapai makna sebesar-besarnya dari apa yang mereka pilajari .
Dengan
demikian Evaluasi Pembelajaran
IPS pada setiap jenjang
pendidikan
memiliki karakteristik tersendiri
yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia siswa. Organisasi materi
pendidikan IPS pada tingkat sekolah dasar menggunakan pendekatan
secara terpadu/ fusi. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik tingkat
perkembangan usia siswa SD yang masih pada taraf berpikir abstrak. Materi
pendidikan IPS yang disajikan pada tingkat sekolah dasar tidak menunjukkan label dari
masing-masing disiplin ilmu sosial. Materi disajikan secara tematik dengan
mengambil tema-tema sosial yang terjadi di sekitar siswa. Demikian juga halnya
tema-tema sosial yang dikaji berangkat dari fenomena fenomena serta aktivitas sosial
yang terjadi di sekitar siswa. Tema-tema ini kemudian semakin meluas
pada lingkungan yang semakin jauh dari lingkaran kehidupan siswa. Dengan
demikian seorang guru yang akan melaksanakan proses pembelajaran IPS harus
dibekali dengan sejumlah pemahaman tentang karakteristik
pendidikan IPS yang meliputi pengertian dan tujuan pendidikan IPS, landasan filosofis
pengembangan kurikulum pendidikan IPS serta disiplin-disiplin ilmu sosial yang
dikembangkan dalam pendidikan IPS
C.
Hakikat Evaluasi Hasil Belajar IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan program pendidikan
yang berupaya mengembangkan pemahaman siswa tentang bagaimana manusia sebagai
individu dan kelompok hidup bersama dan berinteraksi dengan lingkungannya baik
fisik maupun sosial. Pembelajaran Ilmu Pendidikan Sosial ataupun pengetahuan
sosial bertujuan agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan sosial, yang berguna bagi kemajuan dirinya sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat (Saidihardjo, 2005: 109). Dari penjelasan diatas
dapat penulis simpulkan bahwa Pendidikan Ilmu Sosial merupakan suatu program
pendidikan pada siswa untuk mengenal dunia sosial yang ada di sekitar
ligkungannya.
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan
mulai SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa,
fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui mata
pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara
Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta
damai. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu
dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di
masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh
pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan (BSNP,
2006: 159). Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1).
Mengenal konsep- konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
2).
Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial.
3).
Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai- nilai sosial
dan kemanusiaan.
4). Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,
nasional, dan global (BSNP, 2006: 159).
Penilaian adalah proses
memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu
kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk
interpretasi yang diakhiri dengan judgment.
Interpretasi dan judgment merupakan tema penilaian yang
mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam
konteks situasi tertentu. Atas
dasar itu maka dalam kegiatan penilaian selalu ada objek/program, ada criteria,
dan ada interpretasi/judgment. Penilaian hasil belajar
adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa
dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya
adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian
yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu,
dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan instruksional yang berisi rumusan
kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting
sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses belajar adalah upaya
memberi nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru
dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran (Nana Sudjana, 2005: 3).
BAB III
K E S I M P U L A N
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan dalam
kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Melalui Evaluasi, kita akan mengetahui
perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan social,
sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik serta keberhasilan sebuah
program.
Proses evaluasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu
tahap perencanaan, pelaksanaan, pengolahan hasil dan pelaporan. Tujuan
dilaksanakannya evaluasi proses dan hasil pembelajaran adalah untuk mengetahui
keefektifan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian hasil pembelajaran oleh
setiap peserta didik.
Karakteristik dari pendidikan IPS
adalah pada upayanya untuk mengembangkan
kompetensi sebagai warga negara yang baik. Warga negara yang baik berarti
yang dapat menjaga keharmonisan hubungan di antara masyarakat sehingga terjalin persatuan dan keutuhan bangsa. Hal ini dapat dibangun apabila dalam diri setiap orang terbentuk perasaan yang menghargai terhadap segala perbedaan, baik itu perbedaan pendapat, etnik,
agama, kelompok, budaya dan sebagainya.
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan
program pendidikan yang berupaya mengembangkan pemahaman siswa tentang
bagaimana manusia sebagai individu dan kelompok hidup bersama dan berinteraksi
dengan lingkungannya baik fisik maupun sosial.
Jumat, 04 Mei 2012
PENERAPAN PEMBELAJARAN TUNTAS (MASTERY LEARNING) DALAM PEMBELAJARAN FIQIH MI
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu di antara masalah besar dalam
bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya
mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar.
Masalah lain adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu
didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta
didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang
memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata pelajaran, untuk
mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan
logis, belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik
dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara
individual.
Demikian juga proses pendidikan dalam sistem
persekolahan kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta didik
menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, banyak peserta didik
yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari
sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah.
Berbicara tentang rendahnya daya serap atau
prestasi belajar, atau belum terwujudnya keterampilan proses dan pembelajaran
yang menekankan pada peran aktif peserta didik, inti persoalannya adalah pada
masalah “ketuntasan belajar” yakni pencapaian taraf penguasaan minimal yang
ditetapkan bagi setiap kompetensi secara perorangan. Masalah ketuntasan belajar
merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik,
terutama mereka yang mengalami kesulitan belajar.
Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah
satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik
mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu. Dengan
menempatkan pembelajaran tuntas (mastery learning) sebagai salah satu prinsip
utama dalam mendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, berarti
pembelajaran tuntas merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya oleh seluruh warga sekolah. Untuk itu perlu adanya
panduan yang memberikan arah serta petunjuk bagi guru dan warga sekolah tentang
bagaimana pembelajaran tuntas seharusnya dilaksanakan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut di atas, maka rumusan masalah
pada makalah ini adalah :
1.
Pengertian Pembelajaran Tuntas
2.
Ciri-ciri Pembelajaran Tuntas
3.
Prinsip-prinsip Pembelajaran Tuntas
4.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran
Tuntas
5.
Pembelajaran Tuntas Pada Pembelajaran
Fiqih
BAB II
P E M B A H A S A N
A. Pengertian Pembelajaran Tuntas
Belajar
tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan pembelajaran berdasar
pandangan filosofis bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka
mendapat dukungan kondisi yang tepat. Konsep belajar tuntas adalah proses
belajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai secara tuntas, artinya cara
menguasai materi secara penuh. Belajar tuntas ini merupakan strategi
pembelajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok.
Dengan sistem belajar tuntas diharapkan proses belajar mengajar dapat
dilaksanakan agar tujuan instruksional yang akan dicapai dapat diperoleh secara
optimal sehingga proses belajar lebih efektif dan efisien.
Tolok ukur yang digunakan pada
pencapaian hasil belajar dengan pendekatan tersebut adalah tingkat kemampuan
siswa per individu, bukan per kelas. Dengan demikian, siswa yang memiliki
tingkat kecerdasan atau penguasaan pengetahuan dan keterampilan diatas rata-rata
kelas, siswa yang bersangkutan berhak memperoleh pengayaan materi atau
melanjutkan ke unit kompetensi selanjutnya, sebaliknya apabila siswa tersebut
belum mampu mencapai standar kompetensi yang diharapkan maka siswa tersebut
harus mengikuti program perbaikan (remedial) materi. Dalam
pelaksanaannya peserta didik memulai belajar dari topik yang sama dan pada
waktu yang sama pula. Perlakuan awal belajar terhadap siswa juga sama. Siswa
yang tidak dapat menguasai seluruh materi pada topik yang dipelajarinya
mendapat pelajaran tambahan sehingga mencapai hasil yang sama dengan
kelompoknya. Siswa yang telah tuntas mendapat pengayaan sehingga mereka pun
memulai mempelajari topik baru bersama-sama dengan kelompoknya dalam kelas.
Pendekatan dalam proses belajar-mengajar adalah menyertai siswa dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru dalam rangka membantu
memahami, melaksanakan dan menyimpulkan dari materi yang diberikan guru
sehingga siswa merasa terbimbing, terarah sesuai tujuan pembelajaran yang
dikehendaki dalam suasana yang bebas dari ketertekanan dan menyenangkan.
Teknik pendekatan yang dipilih
adalah salah satu cara guru melakukan inovasi dan terobosan dalam pelaksanaan
proses pembelajaran. Kegiatan pendekatan terhadap siswa dalam penelitian
tindakan kelas ini diwujudkan dalam partisipasi siswa dan guru dalam menghadapi
tugas-tugas siswa. Partisipasi dimaksudkan sebagai keterlibatan mental dan
emosi serta fisik anggota dalam memberikan inisiatif terhadap kegiatan yang
dilancarkan oleh organisasi serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung
jawab atas keterlibatannya.
Pendekatan belajar tuntas (mastery
learning) dapat dilaksanakan dan mempunyai efek meningkatkan motivasi
belajar intrinsik. Pendekatan ini mengakui dan mengakomodasi semua siswa yang
mempunyai berbagai tingkat kemampuan, minat, dan bakat tadi asal diberikan
kondisi-kondisi belajar yang sesuai.
B. Ciri-ciri Pembelajaran Tuntas
Menurut Ahmadi, Abu, dkk.
(2005) ada beberapa ciri belajar tuntas (mastery learning), yaitu :
1.
Siswa dapat belajar dengan baik dalam kondisi pengajaran yang tepat sesuai
dengan harapan pengajar.
2.
Bakat seorang siswa dalam bidang pengajaran dapat diramalkan, baik tingkatannya
maupun waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bahan tersebut. Bakat berfungsi
sebagai indeks tingkatan belajar siswa dan sebagai suatu ukuran satuan waktu.
3.
Tingkat hasil belajar bergantung pada waktu yang digunakan secara nyata oleh
siswa untuk mempelajari sesuatu dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk
mempelajarinya
4.
Tingkat belajar sama dengan ketentuan, kesempatan belajar bakat, kualitas
pengajaran, dan kemampuan memahami pelajaran.
5.
Setiap siswa memperoleh kesempatan belajar yang berdiferensiasi dan kualitas
pengajaran yang berdiferensiasi pula.
C. Prinsip-prinsip Pembelajaran Tuntas
Para pengembang
konsep belajar tuntas mendasarkan pengembangan pengajarannya pada
prinsip-prinsip sebagai berikut (Sukmadinata, Nana Syaodih, 2005) :
1. Sebagian
besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal dapat menguasai
sebagian terbesar bahan yang diajarkan. Tugas guru untuk merancang
pengajarannya sedemikian rupa sehingga sebagian besar siswa dapat menguasai
hampir seluruh bahan ajaran.
2. Guru
menyusun strategi pengajaran tuntas mulai dengan merumuskan tujuan-tujuan
khusus yang hendak dikuasai oleh siswa.
3. Sesuai dengan tujuan-tujuan khusus
tersebut guru merinci bahan ajar menjadi satua-satuan bahan ajaran yang kecil
yang medukung pencapaian sekelompok tujuan tersebut.
4. Selain
disediakan bahan ajaran untuk kegiatan belajar utama, juga disusun bahan
ajaran untuk kegiatan perbaikan dan
pengayaan. Konsep belajar tuntas sangat menekankan pentingnya peranan umpan
balik.
5. Penilaian
hasil belajar tidak menggunakan
acuan norma,
tetapi menggunakan acua
patokan.
6. Konsep belajar tuntas juga memperhatikan adanya
perbedaan-perbedaan individual.
Prinsip ini direalisasikan
dengan memberikan keleluasaan waktu, yaitu siswa yang pandai atau cepat belajar
bisa maju lebih dahulu pada satuan pelajaran berikutnya, sedang siswa yang
lambat dapat menggunakan waktu lebih banyak atau lama sampai menguasai secara
tuntas bahan yang diberikan.
D. Kelebihan dan Kelemahan
Pembelajaran Tuntas
Ø Kelebihan Pembelajaran Tuntas
Menurut
Mariana, Alit Made, (2003:21), menyatakan tiga hal kelebihan pembelajaran
tuntas, yaitu:
1.
Pembelajaran tuntas lebih efektif daripada pembelajaran yang tidak menganut
paham pembelajaran tuntas. Keunggulan pembelajaran tuntas termasuk juga
pencapaian siswa dan retensi (daya tahan konsep yang dipelajari) lebih tahan
lama.
2.
Efisiensi belajar siswa secara keseluruhan lebih tinggi pada pembelajaran
tuntas daripada pembelajaran yang tidak menerapkan pembelajaran tuntas. Siswa
yang tergolong lambat menguasai standar kompetensi secara tuntas dapat belajar
hampir sama dengan siswa yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.
3.
Sikap yang ditimbulkan akibat siswa mengikuti pembelajaran tuntas positif,
dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak menganut faham pembelajaran tuntas.
Adanya sikap positif dan rasa keingintahuan yang besar terhadap suatu materi subyek
yang dipelajarinya.
Ø Kelemahan Pembelajaran Tuntas
Menurut
Mariana, Alit Made, (2003:24) juga menyatakan tentang kelemahan belajar tuntas
diantaranya adalah :
a) Guru-guru yang sudah terlanjur menggunakan
teknik lama sulit beradaptasi.
b) Memerlukan berbagai fasilitas, dan dana yang
cukup besar. Menuntut para guru untuk lebih
menguasai materi lebih luas lagi dari standar yang ditetapkan.
c)
Diberlakukannya sistem ujian (UAS dan UAN) yang menuntut penyelenggaraan
program bidang studi pada waktu yang telah ditetapkan dan usaha persiapan siswa
untuk menempuh ujian. Dalam pelaksanaan konsep belajar tuntas apabila kelas itu
belum biasa menggunakan strategi belajar tuntas, maka guru terlebih dahulu
memperkenalkan prosedur belajar tuntas kepada siswa dengan maksud memberikan
motivasi, menumbuhkan kepercayaan diri, dan memberikan petunjuk awal.
E. Pembelajaran Tuntas pada Pembelajaran
Fiqih
Pembelajaran Fiqih merupakan
suatu program pendidikan yang ada pada sekolah Madrasah Ibtidaiyah, yang wajib
disosialisasikan, diaktualisasikan dengan memakai sistem pembelajaran baik
teori maupun praktek yang menyangkut ibadah dan muamallah melalui bimbingan,
agar peserta didik dapat memiliki kemampuan berpikir kritis, rasional dan
kreatif. Karena mata pelajaran fiqih yang sangat memfokuskan pada karakter
(pembentukan) seorang muslim yang mampu memahami dan melaksanakan syariat
islam, sehingga menjadi muslim yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan
oleh Al-Qur’an dan Hadits.
Pembelajaran Fiqih memiliki kekhasan jika
dibandingkan dengan Pembelajaran yang lain.
Kekhasan utama ialah jika kebanyakan materi pendidikan yang lain memberikan
bekal kecerdasan terhadap siswa, dan karenanya penguasaan terhadap materi
menjadi amat penting, maka orientasi Pelajaran Fiqih bukanlah kecerdasan
intelektual semata.
Dalam
perspektif pendidikan, kecerdasan intelektual merupakan salah satu modal untuk
mencapai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi, yaitu kecerdasan moral dan
kecerdasan spiritual.
Salah
satu tantangan bagi teori ketuntasan belajar ini adalah memastikan bahwa
belajar pada pembelajaran fiqih tidak dianggap tuntas hanya dengan penguasaan
materi pelajaran. Padahal tujuan pembelajaran fiqih tidak berhenti pada
penguasaan pengetahuan saja, melainkan juga pada bagaimana mengaplikasikan
nilai-nilai yang terkandung pada materi pembelajaran tersebut dalam sikap dan
perilaku sehari-hari.
BAB
III
P
E N U T U P
A.
Kesimpulan
Belajar tuntas (Mastery
Learning) adalah pendekatan pembelajaran berdasar pandangan filosofis bahwa
seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang
tepat. Konsep belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan agar bahan
ajaran dikuasai secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh.
Pendekatan pembelajaran tuntas
adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi
peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu.
Belajar
pada pembelajaran fiqih tidak dianggap tuntas hanya dengan penguasaan materi
pelajaran. Padahal tujuan pembelajaran fiqih tidak berhenti pada penguasaan
pengetahuan saja, melainkan juga pada bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai
yang terkandung pada materi pembelajaran tersebut dalam sikap dan perilaku
sehari-hari.
B.
Saran
Sesuai dari hasil kesimpulan, maka dapat
dipertimbangkan beberapa saran untuk melengkapi keberhasilan dalam Implementasi
mastery learning (belajar tuntas).
1. Implementasi dari mastery learning
(belajar tuntas) untuk lebih ditingkatkan dan diharapkan dapat digunakan di
semua kelas. Dengan cara sosialisai metode pembelajaran ini kepada semua guru
pengampu kelas melalui kegiatan seminar dan semacamnya yang tentunya dengan
dukungan penuh dari pihak sekolah.
2. Guru diharapkan hendaknya
meningkatkan diri secara profesional yang diarahkan dalam merencanakan program
pembelajaran, menyajikan program pembelajaran yang berorientasi pada
pembelajaran yang efektif dan bermutu, penilaian yang sebenarnya dan tindak
lanjutnya, sehingga terjadi interaksi yang optimal antara guru dengan siswa.
3. Bagi sekolah hendaknya menyediakan
alat dan bahan yang diperlukan secara lengkap agar implementasi mastery learning (belajar
tuntas) dalam pembelajaran berlangsung secara optimal, memenuhi standart
pemenuhan kebutuhan guru dan siswa yang berorientasi pada perubahan atau
peningkatan secara signifikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Mukminan, (2004). Pedoman
Khusus Pembelajaran Tuntas. Jakarta: Depdiknas.
Ahmadi, Abu. dkk. (2005). Strategi
Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia
Darsono, M. 2000. Belajar dan Pembelajaran.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Dimyati & Mujiono.
(2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta..
Mansyur. 1992. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Ditjen Pembinaan dan Kelembagaan Agama Islam
Sardiman AM. (1989). Motivasi
dan Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: CV. Rajawali
Sardiman. (2004). Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sardiman. (2005). Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tim Penyusun. 1995. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Edisi Kedua). Jakarta: Balai
Sabtu, 28 April 2012
“Apakah melalui Metode Diskusi dapat meningkatkan Motivasi Belajar siswa kelas V MI. Nurul Huda dalam pembelajaran PKn. “
BAB
I
P
E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan salah satu program utama pemerintah dalam upaya mrncerdaskan
kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Melalui
pendidikan diharapkan tercipta manusia yang kuat dan kokoh dalam menghadapi
berbagai permasalahan sosial dan individu. Manusia yang kuat dan kokoh tersebut
dapat digambarkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu “Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab.” Oleh karena itu dilakukan
berbagai aktifitas pembelajaran di sekolah yang meliputi beberapa bidang studi
atau mata pelajaran yang diberikan sejak siswa menduduki bangku sekolah dasar
(SD) sampai ke Perguruan Tinggi (PT). Salah satu mata pelajaran tersebut adalah
pelajaran Pendidikan Kewarganegaran (PKn)
sejak di Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Melalui
pengamatan terhadap siswa kelas V MI. Nurul Huda, Pesanggrahan Jakarta Selatan,
ada kesan bahwa pelajaran PKn kurang menarik dan membosankan. Ada beberapa hal
yang menjadi penyebabnya, antara lain karena pelajaran PKn diberikan secara monoton tidak bervariasi, guru
kebanyakan menggunakan metode ceramah, guru masih menjadi pusat pembelajaran,
bel;um memerankan diri menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Setiap guru
seharusnya dapat mengarahkan kegiatan belajar siswa supaya mencapai
keberhasilan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu seorang guru di
dalam kegiatan pembelajaran dituntut memiliki kemampuan untuk menciptakan
kegiatan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk belajar secara efektif
dan efisien. Guru yang efektif dalam menjalankan tugas adalah guru yang
berhasil menjadikan siswanya termotivasi belajar. Di samping itu, guru harus
memiliki kemampuan mengelola kelas menjadi mediator, informator, fasilitator,
dan motivator bagi anak didiknya, sehingga tercipta suasana belajar yang aktif
dan mandiri.
B.
Identitas
Masalah
Dari
latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut:
1.
Pembelajaran PKn di kelas V masih
berjalan monoton
2.
Belum ditemukan metode yang tepat pada
pembelajaran PKn
3.
Pembelajaran PKn belum disukai siswa
4.
Metode yang digunakan masih bersifat
konvensional
5.
Rendahnya prestasi siswa untuk mata
pelajaran PKn
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang permasalahan di atas, maka rumusan permasalahan yang diajukan dalam
proposal ini adalah “Apakah melalui
Metode Diskusi dapat meningkatkan Motivasi Belajar siswa kelas V MI. Nurul Huda
dalam pembelajaran PKn. “
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa pada pembelajaran PKn di
MI. Nurul Huda, Pesanggrahan Jakarta Selatan.
E.
Manfaat
Penelitian
a.
Bagi Madrasah
Dapat lebih meningkatkan pemberdayaan metode diskusi pada semua mata pelajaran
di sekolah, khususnya di MI.Nurul Huda, Pesanggrahan Jakarta Selatan.
b.
Bagi Guru
Sebagai bahan masukan bagi guru
untuk menggunakan metode diskusi
dalam setiap pembelajaran.
c.
Bagi Siswa
Dapat menumbuh kembangkan minat siswa dalam
pembelajaran PKn, khususnya di MI. Nurul Huda, Pesanggrahan Jakarta Selatan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Motivasi
Motivasi
berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai “ daya penggerak yang telah
menjadi aktif” (Sardiman,2001: 71). Pendapat lain juga mengatakan bahwa
motivasi adalah “ keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan” (Soeharto dkk, 2003 : 110)
Dalam
buku psikologi pendidikan Drs. M. Dalyono memaparkan bahwa “motivasi adalah
daya penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa berasal
dari dalam diri dan juga dari luar” (Dalyono, 2005: 55).
Dalam
bukunya Ngalim Purwanto, Sartain mengatakan bahwa motivasi adalah suatu
pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku
terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive). Tujuan adalah yang
membatasi/menentukan tingkah laku organisme itu (Ngalim Purwanto, 2007 : 61).
Dengan
demikian motivasi dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan untuk terjadinya
percepatan dalam mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara khusus.
B.
Jenis
– Jenis Motivasi
Berbicara
tentang jenis dan macam motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Sardiman mengatakan bahwa motivasi itu
sangat bervariasi yaitu:
1.
Motivasi dilihat dari dasar
pembentukannya Motif-motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir
Motif-motif yang dipelajari artinya motif yang timbul karena dipelajari.
2.
Motivasi menurut pembagian dari woodworth dan marquis dalam sardiman: Motif atau kebutuhan organis misalnya,
kebutuhan minum, makan, bernafas, seksual, dan lain-lain. Motif-motif darurat
misalnya, menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dan sebagainya.
3.
Motivasi jasmani dan rohani Motivasi
jasmani, seperti, rileks, insting otomatis, napas dan sebagainya. Motivasi
rohani, seperti kemauan atau minat.
4.
Motivasi intrisik dan ekstrinsik
Motivasi instrisik adalah motif-motif
yang terjadi aktif atau berfungsi tidak perlu diransang dari luar, karena dalam
diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif
dan berfungsi karena adanya peransang dari luar. (Sardiman, 1996: 90).
Pendapat
lain mengemukakan bahwa dua jenis motivasi yaitu sebagai berikut: “Motivasi
primer, adalah motivasi yang didasarkan atas motif-motif dasar. Motivasi
skunder, adalah yang dipelajari” (Dimyanti dan Mudjiono, 1999:88). Adanya berbagai
jenis motivasi di atas, memberikan suatu gambaran tentang motif-motif yang ada
pada setiap individu. Adapun motivasi yang berkaitan dengan mata pelajaran
bahasa arab adalah motivasi ekstrinsik, dimana motivasi ini membutuhkan
ransangan atau dorongan dari luar misalnya, media, baik media visual, audio,
maupun audio visual serta buku-buku yang dapat menimbulkan dan memberikan
inspirasi dan ransangan dalam belajar.
Adapun
bentuk motivasi yang sering dilakukan disekolah adalah memberi angka, hadiah,
pujian, gerakan tubuh, memberi tugas, memberi ulangan, mengetahui hasil, dan
hukuman. (Djmarah dan zain, 2002 : 168). Dari kutipan di atas, maka penulis
dapat menjelaskan hal tersebut sebagai berikut:
a)
Memberi angka. Memberikan angka (nilai) artinya adalah sebagai satu simbol dari
hasil aktifitas anak didik. Dalam memberi angka (nilai) ini, semua anak didik
mendapatkan hasil aktifitas yang bervariasi. Pemberian angka kepada
anak didik diharapkan dapat memberikan dorongan atau motivasi agar hasilnya
dapat lebih ditingkatkan lagi.
b)
Hadiah. Maksudnya adalah suatu pemberian berupa kenang-kenangan kepada anak
didik yang berprestasi. Hadiah ini akan dapat menambah atau meningkatkan
semangat (motivasi) belajar siswa karena akan diangap sebagai suatu penghargaan
yang sangat berharga bagi siswa.
c)
Pujian. Memberikan pujian terhadap hasil kerja anak didik adalah sesuatu yang
diharapkan oleh setiap individu. Adanya pujian berarti adanya suatu perhatian
yang diberikan kepada siswa, sehingga semangat bersaing siswa untuk belajar
akan tinggi. d) Gerakan tubuh Gerakan tubuh artinya mimik,
parah, wajah, gerakan tangan, gerakan kepala, yang membuat suatu perhatian
terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru. Gerakan tubuh saat memberikan
suatu respon dari siswa artinya siswa didalam menyimak suatu materi pelajaran
lebih mudah dan gampang.
e)
Memberi tugas. Tugas merupakan suatu pekerjaan yang menuntut untuk segera
diselesaikan. Pemberian tugas kepada siswa akan memberikan suatu dorongan dan
motivasi kepada anak didik untuk memperhatikan segala isi pelajaran yang
disampaikan.
f)
Memberikan ulangan. Ulangan adalah strategi yang paling penting untuk menguji
hasil pengajaran dan juga memberikan motivasi belajar kepada siswa untuk
mengulangi pelajaran yang telah disampaikan dan diberikan oleh guru.
g)
Mengetahui hasil. Rasa ingin tahu siswa kepada sesuatu yang belum diketahui
adalah suatu sifat yang ada pada setiap manusia. Dalam hal ini siswa berhak
mengetahui hasil pekerjaan yang dilakukannya.
h)
Hukuman dalam proses belajar mengajar, memberikan sanksi kepada siswa yang
melakukan kesalahan adalah hal yang harus dilakukan untuk menarik dan
meningkatkan perhatian siswa. Misalnya memberikan pertanyaan kepada siswa yang
bersangkutan.
C.
Pengertian
Belajar
Belajar
adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan
tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah
laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain. Berikut ini adalah
pengertian dan definisi belajar menurut beberapa ahli:
(1). Nasution , Belajar adalah menambah dan
mengumpulkan sejumlah pengetahuan
(2). Ernest Hilgard, Belajar
adalah dapat melakukan sesuatu yang dilakukan sebelum ia belajar atau bila kelakuannya berubah
sehingga lain caranya menghadapi sesuatu situasi daripada sebelum itu.
(3). Notoatmodjo, Belajar
adalah usaha untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup
(4). Ahmadi A. Belajar adalah proses perubahan dalam diri manusia
(5). Oemar H, Belajar
adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
(6). Cronbach, Belajar
sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu menggunakan
panca indranya
(7). Winkel, Belajar
adalah suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan, yang menghasilakn perubahan - perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, dan sikap-sikap
(8). Snelbecker, Belajar
adalah harus mencakup tingkah laku dari tingkat yang paling sederhana sampai
yang kompleks dimana proses perubahan tersebut harus bisa dikontrol sendiri
atau dikontrol oleh faktor-faktor eksternal.
(9). Whiterington, Belajar
adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan
dalam perubahan penguasaan pola-pola respontingkah laku yang baru nyata dalam
perubahan ketrampilan, kebiasaan, kesanggupan, dan sikap.
Dari uraian yang tersebut di atas,
dapat disimpulkan bahwa pengertian motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar siswa (dengan
menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang
menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga
tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Dalam A.M. Sardiman (2005:75) motivasi belajar dapat juga
diartikan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu,
sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka,
maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelak perasaan tidak suka itu.
D. Pengertian Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn)
Secara
bahasa, istilah “Civic Education” oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Istilah “Pendidikan Kewargaan” diwakili oleh Azra dan Tim ICCE (Indonesian
Center for Civic Education) dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta,
sebagai pengembang Civic Education pertama di perguruan tinggi. Penggunaan istilah
“Pendidikan Kewarganegaraan” diwakili oleh Winataputra dkk dari Tim CICED
(Center Indonesian for Civic Education), Tim ICCE (2005: 6).
Menurut Kerr (Winataputra dan
Budimansyah, 2007:4), mengemukakan bahwa Citizenship education or civics education
didefinisikan sebagai berikut:
Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (trough schooling, teaching, and learning) in that preparatory process.
Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (trough schooling, teaching, and learning) in that preparatory process.
Dari definisi tersebut dapat
dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk
mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung
jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di
dalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam proses penyiapan warga
negara tersebut. Cogan (1999:4) mengartikan civic education sebagai
"...the foundational course work in school designed to prepare young
citizens for an active role in their communities in their adult lives",
maksudnya adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk
mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif
dalam masyarakatn¬ya.
Menurut
Zamroni (Tim ICCE, 2005:7) mengemukakan bahwa pengertian Pendidikan
Kewarganegaraan adalah: Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis,
melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi
adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga
masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning proses yang tidak dapat begitu saja
meniru dari masyarakat lain. Kelangsungan demokrasi tergantung pada kemampuan
mentransformasikan nilai-nilai demokrasi.
Sementara itu, PKn di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. (Risalah sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI).
Pendidikan Kewarganegaraan menurut Depdiknas (2006:49), adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945. Lebih lanjut Somantri (2001:154) mengemukakan bahwa: PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Civic Education dalam demokrasi adalah pendidikan – untuk mengembangkan dan memperkuat – dalam atau tentang pemerintahan otonom (self government). Pemerintahan otonom demokratis berarti bahwa warga negara aktif terlibat dalam pemerintahannya sendiri; mereka tidak hanya menerima didikte orang lain atau memenuhi tuntutan orang lain.)1999:4(Menurut Branson Beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn, antara lain (Somantri, 2001:158):
Sementara itu, PKn di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. (Risalah sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI).
Pendidikan Kewarganegaraan menurut Depdiknas (2006:49), adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945. Lebih lanjut Somantri (2001:154) mengemukakan bahwa: PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Civic Education dalam demokrasi adalah pendidikan – untuk mengembangkan dan memperkuat – dalam atau tentang pemerintahan otonom (self government). Pemerintahan otonom demokratis berarti bahwa warga negara aktif terlibat dalam pemerintahannya sendiri; mereka tidak hanya menerima didikte orang lain atau memenuhi tuntutan orang lain.)1999:4(Menurut Branson Beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn, antara lain (Somantri, 2001:158):
a.
Hubungan pengetahuan intraseptif
(intraceptive knowledge) dengan pengetahuan ekstraseptif (extraceptive
knowledge) atau antara agama dan ilmu.
b.
Kebudayaan Indonesia dan tujuan
pendidikan nasional.
c. Disiplin ilmu
pendidikan, terutama psikologi pendidikan.
d. Disiplin
ilmu-ilmu sosial, khususnya “ide fundamental” Ilmu Kewarganegaraan.
e.
Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD NRI 1945 dan perundangan negara serta
sejarah perjuangan bangsa.
f. Kegiatan
dasar manusia.
Keenam unsur
inilah yang akan mempengaruhi pengembangan PKn. Karena pengembangan pendidikan
Kewarganegaraan akan mempengaruhi pengertian PKn sebgai salah satu tujuan
pendidikan IPS.
Sehubungan dengan itu, PKn sebagai
salah satu tujuan pendidikan IPS yang menekankan pada nilai-nilai untuk
menumbuhkan warga negara yang baik dan patriotik, maka batasan pengertian PKn
dapat dirumuskan sebagai berikut (Somantri, 2001:159):
Pendidikan Kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu Kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia, yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu Kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia, yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS.
Beberapa faktor
yang lebih menjelaskan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan antara lain
(Somantri, 2001:161):
a. PKn merupakan
bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu bahan pendidikannya
diorganisasikan secara terpadu (intergrated) dari berbagai disiplin ilmu
sosial, humaniora, dokumen negara, terutama Pancasila, UUD NRI 1945, GBHN, dan
perundangan negara, dengan tekanan bahan pendidikan pada hubungan warga negara
dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela negara.
b. PKn adalah
seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, Pancasila,
UUD NRI 1945 dan dokumen negara lainnya yang diorganisasikan dan disajikan
secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
c. PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis
baik untuk tingkat jurusan PMPKN FPIPS maupun dikembangkan untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi.
d. Dalam mengembangkan dan melaksanakan PKn, kita
harus berpikir secara integratif, yaitu kesatuan yang utuh dari hubungan antara
hubungan pengetahuan intraseptif (agama, nilai-nilai) dengan pengetahuan
ekstraseptif (ilmu), kebudayaan Indonesia, tujuan pendidikan nasional,
Pancasila, UUD1945, GBHN, filsasat pendidikan, psikologi pendidikan,
pengembangan kurikulum disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, kemudian dibuat
program pendidikannya yang terdiri atas unsur: (i) tujuan pendidikan, (ii)
bahan pendidikan, (iii) metode pendidikan, (iv) evaluasi.
e. PKn menitikberatkan pada kemampuan dan
ketrampilan berpikir aktif warga negara, terutama generasi muda, dalam
menginternalisasikan nilai-nilai warga negara yang baik (good citizen)dalam
suasana demokratis dalam berbagai masalah kemasyarakatan (civic affairs).
f. Dalam
kepustakan asing PKn sering disebut civic education, yang salah satu batasannya
ialah “seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan masyarakat yang dapat menumbuhkan
demokrasi.
PKn sebagai pendidikan nilai dapat
membantu para siswa membantu siswa memilih sistem nilai yang dipilihnya dan
mengembangkan aspek afektif yang akan ditampilkan dalam perilakunya. Seperti
yang diungkapkan Al-Muchtar dalam Hand Out Strategi Belajar Mengajar (2001:33),
mengemukakan bahwa:
“Pendidikan
nilai bertujuan untuk membantu perilaku peserta didik menumbuhkan dan
memperkuat sistem nilai dipilihnya untuk dijadikan dasar bagi penampilan
perilakunya”. Pendidikan nilai bertumpu pada pengembangan sikap (afektif) oleh
karena itu berbeda dengan belajar mengajar dengan pendidikan kognitif atau psikomotor.
Pendidikan nilai secara formal di Indonesia diberikan pada mata pelajaran PPKn
yang merupakan pendidikan nilai Pancasila agar dapat menjadi kepribadian yang
fungsional.
E.
Metode
Definisi Metode
Secara etimologis,
metode berasal dari kata 'met' dan 'hodes' yang berarti melalui. Sedangkan
istilah metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu
tujuan. Sehingga 2 hal penting yang terdapat dalam sebuah metode adalah : cara
melakukan sesuatu dan rencana dalam pelaksanaan.
Berikut ini adalah pengertian dan
definisi Metode menurut para ahli:
(1). ROTHWELL &
KAZANAS, Metode adalah cara, pendekatan, atau proses untuk menyampaikan informasi
(2). TITUS, Metode
adalah rangkaian cara dan langkah yang tertib dan terpola untuk menegaskan
bidang keilmuan.
(3). MACQUARIE, Metode
adalah suatu cara melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana
tertentu
(4). WIRADI, Metode
adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun secara
sistematis (urutannya logis)
(5). DRS. AGUS M. HARDJANA,
Metode
adalah cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai
F. Diskusi
1. Pengertian Diskusi
Diskusi berasal dari kata “discum” (bahasa latin) dan
“discussio” (bahasa inggris) yangartinya adalah interaksi. Adapun
menurut istilah adalah :
(a).
Interaksi yang satu dengan
yang lainnya, dalam hal ini perilaku yang satu memberiinformasi,
merubah, memperbaiki, atau menerima suatu/sesuatu dari yang lain.
(b). Sebagai wahan respon antara pribadi yang
akhirnya menghasilkan kesepakatan
bersama .
(c). Pertemuan
untuk bertukar pikiran tentang suatu maslah.
2. Tujuan Diskusi
(a). Untuk dapat menyadari ,
dan menguji bukti-bukti system nilai, pendapat danrespon dari suatu gagasan
sendiri atau orang lain.
(b). Untuk menguji secara kolektif tentang suatu
gagasan yang dikemukakan oranglain
(c). Untuk bertukar pikiran dan ide, belajar
mengungkapkan serta menanggapiketerangan yang relevan.
(d). Mengaitkan data dan
keadaan dari berbagai pandangan orang lain dan latarbelakang nya berbeda-beda.
3. Fungsi Diskusi
Diskusi berfungsi
sebagai berikut:
(a). Pemecahan masalah, menetukan alternatif, usaha
pemecahan dan bertindak bersamasesuai dengan alternatif yang tidak
direncanakan.
(b). Mengembangkan pribadi,
harga diri, hormat kepada sesama, berani mengatakanpendapar dan mendalami
pengertian tentang suatu persoalan
4. Manfaat Diskusi
(a). Terangsang
untuk lebih memahami masalah dilingkungannya,
keluarga, masyarakat,organisasi, dan lingkungan lainnya.
(b). Menumbuhkan
bakat, sifat dan sikap kepemimpinan
(c). Latihan
merumuskan buah pikiran yang jelas dan singkat
(d). Melatih jiwa sabar
(e). Menubuhkan
jiwa toleransi
(f). Membina
dan melatih jiwa terbuka
(g). Mengembangkan
kemantapan pikiran, kestabilan emosi, dan kedewasaan berpikir.
5. Macam-macam Diskusi
a.
Bersifat informal
(1). Model Laju
IkanYaitu pembicaraan tidak resmi antar dua orang atau tiga orang dengan tempat
atauwaktu tidak tentu yang dapat menemukan beberapa alternatif
pemecahansetidaknya akan mendapat kan untuk menurunkan ketegangan dari suatupersoalan,
(2). Model Dengung lebah Terdiri
dari beberapa kelompok
kecil yang tidak
ada keterkaitan
biasanya dari duaatau sampai empat
orang
(3). Model debat Adu logika
antara seseorang dengan
yang lain tentang
sesuatu persoalan yang
didalamnya ada kelompok pro dan kontra
dan disini ada semacam ego kolektif.
b.
Bersifat Formal.
(1) . Model Lempar Katak Terjadinya pengumpulan gagasan
yang cukup singkat, lantaran gagasan tersebutditampung
oleh ketua diskusi dan jumlah anggotanya sekitar 8 sampai 12 orang.
(2) Model PanelYang berbicara adalah pakar dari berbagai
keahlian untuk meni jau
danmenganalisis suatu permasalah yang diajukan. Pertanyaan-pertanyaan
diajukanoleh
moderator dan peserta diskusi hanya memantau jalanya
diskusi.
(3). Simposium.Hampir sama dengan diskusi panel, hanya
dalam symposium para pakar dituntutuntuk mengungkapkan dan menjelaskan karya
tulisnya dan peserta dapatmengajukan berbagai sanggahan secara langsung atau
saran yang diajukan parapakar, karena itu symposium didalamnya berupa kajian
dan pendapat tidak sampaipada keputusan jadi ruang lingkupnya cukup jelas.
(4). SeminarTemu wicara untuk membahas suatu maslah
tertentu (terbatas pada suatu persoalan)melalui prasaran dan kajian yang
dimaksudkan untuk mendapatkan keputusanbersama.
(5). Work Shop (Loka Karya)Telaah terhadap persoalan
yang diikuti oleh orang ahli dalam permasalahan itu untuk mendapatkan suatu
keputusan .
(6). KonvensiHampir sama dengan symposium, membahas
persoalan yang cukup jelas, parapakar dan peserta diskusi berasal dari
bidang keahlian yang sama walaupun berasaldari lembaga yang berbeda.
(7). Rapat Kerja Pertemuan wakil-wakil pemimpin suatu
instansi untuk mengkaji suati pekerjaanyang sesuai dengan pekerjaan mereka.
(8). Diskusi kelompok (Group
Discusion)Beberapa orang yang mempunyai niat bersama terhadap suatu
persoalan , bertemudan bertukar pikiran, komunikasi yang lebih dekat dan
langsung karena baik tempatatau pun waktu dapat ditukar sendiri
oleh kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 6 sampai 8
orang. Pemimpin dipilih oleh kelompok itu sendiri dan biasberganti-ganti.
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini
dilaksanakan di MI. Nurul Huda Pesanggrahan
Jakarta Selatan dengan subyek
penelitian siswa kelas V yang berjumlah
36 siswa. Waktu penelitian dari bulan
September hingga Nopember 2011. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode Penelitian
Tindakan Kelas model Kemis
Taggart , dan dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus
melalui empat tahap, yaitu : (1)
perencanaan ( planning ). ( 2 )
tindakan ( action ). (3)
pengamatan ( observation
). ( 4 )
refleksi ( reflection ). Secara visual tahapan tersebut dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :
Selain
dengan cara mencatat hasil pengamatan, peneliti juga melakukan
dokumentasi. Pada tahap ini kolaborator
juga melakukan pengamatan terhadap situasi pembelajaran dan hasil pengamatannya
dituliskan pada lembar observasi yang telah disiapkan oleh peneliti.
Setelah melakukan tindakan dan
pengamatan, peneliti dan kolabolator melakukan perenungan atau refleksi dari
hasil pengamatan atau observasi.
Perenungan tersebut bertujuan untuk mengoreksi jalannya siklus yang telah
dilakukan dan melihat keberhasilan yang telah dicapai atau bahkan masalah yang
timbul pada siklus. Jika hasil dari
pembelajaran belum mencapai kriteria yang diharapkan, maka dilanjutkan siklus
selanjutnya dengan tahap-tahap yang sama.
Masalah yang timbul akan dicari solusinya dan diperbaiki pada siklus
selanjutnya. Jika peneliti menilai hasil
belajar dan proses pembelajaran sudah memenuhi apa yang diharapkan
peneliti, maka penelitian dihentikan.
Instrumen dalam penelitian ini
menggunakan lembar evaluasi, lembar
observasi, dan dokumentasi. Analisis
data menggunakan tehnik analisis desktriptif.
DAFTAR PUSTAKA
Maifalindra
Fatra & Abd. Rozak (2010). Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Alipandie,
Imansyah (1984). Didaktik Metodik.
Surabaya: Usaha Nasional
Furchan, Arif (1982). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Purwanto,
Ngalim (2006). Psikologi Pendidikan. Bandung
: Remaja Rosda Karya
Sudjana, Nana.
1991. Penelitian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Hamlik,
Oemar. (2002). Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Syah
Muhibbin. (2003). Psikologi Belajar.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sanjaya, Wina. (2006). Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenda Media.
Mulyasa. (2007).
Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Badan
Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan
Penyusunan KTSP Jenjang Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Langganan:
Postingan (Atom)