BAB
I
P
E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan salah satu program utama pemerintah dalam upaya mrncerdaskan
kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Melalui
pendidikan diharapkan tercipta manusia yang kuat dan kokoh dalam menghadapi
berbagai permasalahan sosial dan individu. Manusia yang kuat dan kokoh tersebut
dapat digambarkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu “Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab.” Oleh karena itu dilakukan
berbagai aktifitas pembelajaran di sekolah yang meliputi beberapa bidang studi
atau mata pelajaran yang diberikan sejak siswa menduduki bangku sekolah dasar
(SD) sampai ke Perguruan Tinggi (PT). Salah satu mata pelajaran tersebut adalah
pelajaran Pendidikan Kewarganegaran (PKn)
sejak di Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Melalui
pengamatan terhadap siswa kelas V MI. Nurul Huda, Pesanggrahan Jakarta Selatan,
ada kesan bahwa pelajaran PKn kurang menarik dan membosankan. Ada beberapa hal
yang menjadi penyebabnya, antara lain karena pelajaran PKn diberikan secara monoton tidak bervariasi, guru
kebanyakan menggunakan metode ceramah, guru masih menjadi pusat pembelajaran,
bel;um memerankan diri menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Setiap guru
seharusnya dapat mengarahkan kegiatan belajar siswa supaya mencapai
keberhasilan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu seorang guru di
dalam kegiatan pembelajaran dituntut memiliki kemampuan untuk menciptakan
kegiatan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk belajar secara efektif
dan efisien. Guru yang efektif dalam menjalankan tugas adalah guru yang
berhasil menjadikan siswanya termotivasi belajar. Di samping itu, guru harus
memiliki kemampuan mengelola kelas menjadi mediator, informator, fasilitator,
dan motivator bagi anak didiknya, sehingga tercipta suasana belajar yang aktif
dan mandiri.
B.
Identitas
Masalah
Dari
latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut:
1.
Pembelajaran PKn di kelas V masih
berjalan monoton
2.
Belum ditemukan metode yang tepat pada
pembelajaran PKn
3.
Pembelajaran PKn belum disukai siswa
4.
Metode yang digunakan masih bersifat
konvensional
5.
Rendahnya prestasi siswa untuk mata
pelajaran PKn
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang permasalahan di atas, maka rumusan permasalahan yang diajukan dalam
proposal ini adalah “Apakah melalui
Metode Diskusi dapat meningkatkan Motivasi Belajar siswa kelas V MI. Nurul Huda
dalam pembelajaran PKn. “
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa pada pembelajaran PKn di
MI. Nurul Huda, Pesanggrahan Jakarta Selatan.
E.
Manfaat
Penelitian
a.
Bagi Madrasah
Dapat lebih meningkatkan pemberdayaan metode diskusi pada semua mata pelajaran
di sekolah, khususnya di MI.Nurul Huda, Pesanggrahan Jakarta Selatan.
b.
Bagi Guru
Sebagai bahan masukan bagi guru
untuk menggunakan metode diskusi
dalam setiap pembelajaran.
c.
Bagi Siswa
Dapat menumbuh kembangkan minat siswa dalam
pembelajaran PKn, khususnya di MI. Nurul Huda, Pesanggrahan Jakarta Selatan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Motivasi
Motivasi
berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai “ daya penggerak yang telah
menjadi aktif” (Sardiman,2001: 71). Pendapat lain juga mengatakan bahwa
motivasi adalah “ keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan” (Soeharto dkk, 2003 : 110)
Dalam
buku psikologi pendidikan Drs. M. Dalyono memaparkan bahwa “motivasi adalah
daya penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa berasal
dari dalam diri dan juga dari luar” (Dalyono, 2005: 55).
Dalam
bukunya Ngalim Purwanto, Sartain mengatakan bahwa motivasi adalah suatu
pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku
terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive). Tujuan adalah yang
membatasi/menentukan tingkah laku organisme itu (Ngalim Purwanto, 2007 : 61).
Dengan
demikian motivasi dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan untuk terjadinya
percepatan dalam mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara khusus.
B.
Jenis
– Jenis Motivasi
Berbicara
tentang jenis dan macam motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Sardiman mengatakan bahwa motivasi itu
sangat bervariasi yaitu:
1.
Motivasi dilihat dari dasar
pembentukannya Motif-motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir
Motif-motif yang dipelajari artinya motif yang timbul karena dipelajari.
2.
Motivasi menurut pembagian dari woodworth dan marquis dalam sardiman: Motif atau kebutuhan organis misalnya,
kebutuhan minum, makan, bernafas, seksual, dan lain-lain. Motif-motif darurat
misalnya, menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dan sebagainya.
3.
Motivasi jasmani dan rohani Motivasi
jasmani, seperti, rileks, insting otomatis, napas dan sebagainya. Motivasi
rohani, seperti kemauan atau minat.
4.
Motivasi intrisik dan ekstrinsik
Motivasi instrisik adalah motif-motif
yang terjadi aktif atau berfungsi tidak perlu diransang dari luar, karena dalam
diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif
dan berfungsi karena adanya peransang dari luar. (Sardiman, 1996: 90).
Pendapat
lain mengemukakan bahwa dua jenis motivasi yaitu sebagai berikut: “Motivasi
primer, adalah motivasi yang didasarkan atas motif-motif dasar. Motivasi
skunder, adalah yang dipelajari” (Dimyanti dan Mudjiono, 1999:88). Adanya berbagai
jenis motivasi di atas, memberikan suatu gambaran tentang motif-motif yang ada
pada setiap individu. Adapun motivasi yang berkaitan dengan mata pelajaran
bahasa arab adalah motivasi ekstrinsik, dimana motivasi ini membutuhkan
ransangan atau dorongan dari luar misalnya, media, baik media visual, audio,
maupun audio visual serta buku-buku yang dapat menimbulkan dan memberikan
inspirasi dan ransangan dalam belajar.
Adapun
bentuk motivasi yang sering dilakukan disekolah adalah memberi angka, hadiah,
pujian, gerakan tubuh, memberi tugas, memberi ulangan, mengetahui hasil, dan
hukuman. (Djmarah dan zain, 2002 : 168). Dari kutipan di atas, maka penulis
dapat menjelaskan hal tersebut sebagai berikut:
a)
Memberi angka. Memberikan angka (nilai) artinya adalah sebagai satu simbol dari
hasil aktifitas anak didik. Dalam memberi angka (nilai) ini, semua anak didik
mendapatkan hasil aktifitas yang bervariasi. Pemberian angka kepada
anak didik diharapkan dapat memberikan dorongan atau motivasi agar hasilnya
dapat lebih ditingkatkan lagi.
b)
Hadiah. Maksudnya adalah suatu pemberian berupa kenang-kenangan kepada anak
didik yang berprestasi. Hadiah ini akan dapat menambah atau meningkatkan
semangat (motivasi) belajar siswa karena akan diangap sebagai suatu penghargaan
yang sangat berharga bagi siswa.
c)
Pujian. Memberikan pujian terhadap hasil kerja anak didik adalah sesuatu yang
diharapkan oleh setiap individu. Adanya pujian berarti adanya suatu perhatian
yang diberikan kepada siswa, sehingga semangat bersaing siswa untuk belajar
akan tinggi. d) Gerakan tubuh Gerakan tubuh artinya mimik,
parah, wajah, gerakan tangan, gerakan kepala, yang membuat suatu perhatian
terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru. Gerakan tubuh saat memberikan
suatu respon dari siswa artinya siswa didalam menyimak suatu materi pelajaran
lebih mudah dan gampang.
e)
Memberi tugas. Tugas merupakan suatu pekerjaan yang menuntut untuk segera
diselesaikan. Pemberian tugas kepada siswa akan memberikan suatu dorongan dan
motivasi kepada anak didik untuk memperhatikan segala isi pelajaran yang
disampaikan.
f)
Memberikan ulangan. Ulangan adalah strategi yang paling penting untuk menguji
hasil pengajaran dan juga memberikan motivasi belajar kepada siswa untuk
mengulangi pelajaran yang telah disampaikan dan diberikan oleh guru.
g)
Mengetahui hasil. Rasa ingin tahu siswa kepada sesuatu yang belum diketahui
adalah suatu sifat yang ada pada setiap manusia. Dalam hal ini siswa berhak
mengetahui hasil pekerjaan yang dilakukannya.
h)
Hukuman dalam proses belajar mengajar, memberikan sanksi kepada siswa yang
melakukan kesalahan adalah hal yang harus dilakukan untuk menarik dan
meningkatkan perhatian siswa. Misalnya memberikan pertanyaan kepada siswa yang
bersangkutan.
C.
Pengertian
Belajar
Belajar
adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan
tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah
laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain. Berikut ini adalah
pengertian dan definisi belajar menurut beberapa ahli:
(1). Nasution , Belajar adalah menambah dan
mengumpulkan sejumlah pengetahuan
(2). Ernest Hilgard, Belajar
adalah dapat melakukan sesuatu yang dilakukan sebelum ia belajar atau bila kelakuannya berubah
sehingga lain caranya menghadapi sesuatu situasi daripada sebelum itu.
(3). Notoatmodjo, Belajar
adalah usaha untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup
(4). Ahmadi A. Belajar adalah proses perubahan dalam diri manusia
(5). Oemar H, Belajar
adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
(6). Cronbach, Belajar
sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu menggunakan
panca indranya
(7). Winkel, Belajar
adalah suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan, yang menghasilakn perubahan - perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, dan sikap-sikap
(8). Snelbecker, Belajar
adalah harus mencakup tingkah laku dari tingkat yang paling sederhana sampai
yang kompleks dimana proses perubahan tersebut harus bisa dikontrol sendiri
atau dikontrol oleh faktor-faktor eksternal.
(9). Whiterington, Belajar
adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan
dalam perubahan penguasaan pola-pola respontingkah laku yang baru nyata dalam
perubahan ketrampilan, kebiasaan, kesanggupan, dan sikap.
Dari uraian yang tersebut di atas,
dapat disimpulkan bahwa pengertian motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar siswa (dengan
menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang
menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga
tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Dalam A.M. Sardiman (2005:75) motivasi belajar dapat juga
diartikan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu,
sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka,
maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelak perasaan tidak suka itu.
D. Pengertian Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn)
Secara
bahasa, istilah “Civic Education” oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Istilah “Pendidikan Kewargaan” diwakili oleh Azra dan Tim ICCE (Indonesian
Center for Civic Education) dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta,
sebagai pengembang Civic Education pertama di perguruan tinggi. Penggunaan istilah
“Pendidikan Kewarganegaraan” diwakili oleh Winataputra dkk dari Tim CICED
(Center Indonesian for Civic Education), Tim ICCE (2005: 6).
Menurut Kerr (Winataputra dan
Budimansyah, 2007:4), mengemukakan bahwa Citizenship education or civics education
didefinisikan sebagai berikut:
Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (trough schooling, teaching, and learning) in that preparatory process.
Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (trough schooling, teaching, and learning) in that preparatory process.
Dari definisi tersebut dapat
dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk
mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung
jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di
dalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam proses penyiapan warga
negara tersebut. Cogan (1999:4) mengartikan civic education sebagai
"...the foundational course work in school designed to prepare young
citizens for an active role in their communities in their adult lives",
maksudnya adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk
mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif
dalam masyarakatn¬ya.
Menurut
Zamroni (Tim ICCE, 2005:7) mengemukakan bahwa pengertian Pendidikan
Kewarganegaraan adalah: Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis,
melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi
adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga
masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning proses yang tidak dapat begitu saja
meniru dari masyarakat lain. Kelangsungan demokrasi tergantung pada kemampuan
mentransformasikan nilai-nilai demokrasi.
Sementara itu, PKn di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. (Risalah sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI).
Pendidikan Kewarganegaraan menurut Depdiknas (2006:49), adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945. Lebih lanjut Somantri (2001:154) mengemukakan bahwa: PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Civic Education dalam demokrasi adalah pendidikan – untuk mengembangkan dan memperkuat – dalam atau tentang pemerintahan otonom (self government). Pemerintahan otonom demokratis berarti bahwa warga negara aktif terlibat dalam pemerintahannya sendiri; mereka tidak hanya menerima didikte orang lain atau memenuhi tuntutan orang lain.)1999:4(Menurut Branson Beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn, antara lain (Somantri, 2001:158):
Sementara itu, PKn di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. (Risalah sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI).
Pendidikan Kewarganegaraan menurut Depdiknas (2006:49), adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945. Lebih lanjut Somantri (2001:154) mengemukakan bahwa: PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Civic Education dalam demokrasi adalah pendidikan – untuk mengembangkan dan memperkuat – dalam atau tentang pemerintahan otonom (self government). Pemerintahan otonom demokratis berarti bahwa warga negara aktif terlibat dalam pemerintahannya sendiri; mereka tidak hanya menerima didikte orang lain atau memenuhi tuntutan orang lain.)1999:4(Menurut Branson Beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn, antara lain (Somantri, 2001:158):
a.
Hubungan pengetahuan intraseptif
(intraceptive knowledge) dengan pengetahuan ekstraseptif (extraceptive
knowledge) atau antara agama dan ilmu.
b.
Kebudayaan Indonesia dan tujuan
pendidikan nasional.
c. Disiplin ilmu
pendidikan, terutama psikologi pendidikan.
d. Disiplin
ilmu-ilmu sosial, khususnya “ide fundamental” Ilmu Kewarganegaraan.
e.
Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD NRI 1945 dan perundangan negara serta
sejarah perjuangan bangsa.
f. Kegiatan
dasar manusia.
Keenam unsur
inilah yang akan mempengaruhi pengembangan PKn. Karena pengembangan pendidikan
Kewarganegaraan akan mempengaruhi pengertian PKn sebgai salah satu tujuan
pendidikan IPS.
Sehubungan dengan itu, PKn sebagai
salah satu tujuan pendidikan IPS yang menekankan pada nilai-nilai untuk
menumbuhkan warga negara yang baik dan patriotik, maka batasan pengertian PKn
dapat dirumuskan sebagai berikut (Somantri, 2001:159):
Pendidikan Kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu Kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia, yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu Kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia, yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS.
Beberapa faktor
yang lebih menjelaskan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan antara lain
(Somantri, 2001:161):
a. PKn merupakan
bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu bahan pendidikannya
diorganisasikan secara terpadu (intergrated) dari berbagai disiplin ilmu
sosial, humaniora, dokumen negara, terutama Pancasila, UUD NRI 1945, GBHN, dan
perundangan negara, dengan tekanan bahan pendidikan pada hubungan warga negara
dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela negara.
b. PKn adalah
seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, Pancasila,
UUD NRI 1945 dan dokumen negara lainnya yang diorganisasikan dan disajikan
secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
c. PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis
baik untuk tingkat jurusan PMPKN FPIPS maupun dikembangkan untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi.
d. Dalam mengembangkan dan melaksanakan PKn, kita
harus berpikir secara integratif, yaitu kesatuan yang utuh dari hubungan antara
hubungan pengetahuan intraseptif (agama, nilai-nilai) dengan pengetahuan
ekstraseptif (ilmu), kebudayaan Indonesia, tujuan pendidikan nasional,
Pancasila, UUD1945, GBHN, filsasat pendidikan, psikologi pendidikan,
pengembangan kurikulum disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, kemudian dibuat
program pendidikannya yang terdiri atas unsur: (i) tujuan pendidikan, (ii)
bahan pendidikan, (iii) metode pendidikan, (iv) evaluasi.
e. PKn menitikberatkan pada kemampuan dan
ketrampilan berpikir aktif warga negara, terutama generasi muda, dalam
menginternalisasikan nilai-nilai warga negara yang baik (good citizen)dalam
suasana demokratis dalam berbagai masalah kemasyarakatan (civic affairs).
f. Dalam
kepustakan asing PKn sering disebut civic education, yang salah satu batasannya
ialah “seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan masyarakat yang dapat menumbuhkan
demokrasi.
PKn sebagai pendidikan nilai dapat
membantu para siswa membantu siswa memilih sistem nilai yang dipilihnya dan
mengembangkan aspek afektif yang akan ditampilkan dalam perilakunya. Seperti
yang diungkapkan Al-Muchtar dalam Hand Out Strategi Belajar Mengajar (2001:33),
mengemukakan bahwa:
“Pendidikan
nilai bertujuan untuk membantu perilaku peserta didik menumbuhkan dan
memperkuat sistem nilai dipilihnya untuk dijadikan dasar bagi penampilan
perilakunya”. Pendidikan nilai bertumpu pada pengembangan sikap (afektif) oleh
karena itu berbeda dengan belajar mengajar dengan pendidikan kognitif atau psikomotor.
Pendidikan nilai secara formal di Indonesia diberikan pada mata pelajaran PPKn
yang merupakan pendidikan nilai Pancasila agar dapat menjadi kepribadian yang
fungsional.
E.
Metode
Definisi Metode
Secara etimologis,
metode berasal dari kata 'met' dan 'hodes' yang berarti melalui. Sedangkan
istilah metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu
tujuan. Sehingga 2 hal penting yang terdapat dalam sebuah metode adalah : cara
melakukan sesuatu dan rencana dalam pelaksanaan.
Berikut ini adalah pengertian dan
definisi Metode menurut para ahli:
(1). ROTHWELL &
KAZANAS, Metode adalah cara, pendekatan, atau proses untuk menyampaikan informasi
(2). TITUS, Metode
adalah rangkaian cara dan langkah yang tertib dan terpola untuk menegaskan
bidang keilmuan.
(3). MACQUARIE, Metode
adalah suatu cara melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana
tertentu
(4). WIRADI, Metode
adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun secara
sistematis (urutannya logis)
(5). DRS. AGUS M. HARDJANA,
Metode
adalah cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai
F. Diskusi
1. Pengertian Diskusi
Diskusi berasal dari kata “discum” (bahasa latin) dan
“discussio” (bahasa inggris) yangartinya adalah interaksi. Adapun
menurut istilah adalah :
(a).
Interaksi yang satu dengan
yang lainnya, dalam hal ini perilaku yang satu memberiinformasi,
merubah, memperbaiki, atau menerima suatu/sesuatu dari yang lain.
(b). Sebagai wahan respon antara pribadi yang
akhirnya menghasilkan kesepakatan
bersama .
(c). Pertemuan
untuk bertukar pikiran tentang suatu maslah.
2. Tujuan Diskusi
(a). Untuk dapat menyadari ,
dan menguji bukti-bukti system nilai, pendapat danrespon dari suatu gagasan
sendiri atau orang lain.
(b). Untuk menguji secara kolektif tentang suatu
gagasan yang dikemukakan oranglain
(c). Untuk bertukar pikiran dan ide, belajar
mengungkapkan serta menanggapiketerangan yang relevan.
(d). Mengaitkan data dan
keadaan dari berbagai pandangan orang lain dan latarbelakang nya berbeda-beda.
3. Fungsi Diskusi
Diskusi berfungsi
sebagai berikut:
(a). Pemecahan masalah, menetukan alternatif, usaha
pemecahan dan bertindak bersamasesuai dengan alternatif yang tidak
direncanakan.
(b). Mengembangkan pribadi,
harga diri, hormat kepada sesama, berani mengatakanpendapar dan mendalami
pengertian tentang suatu persoalan
4. Manfaat Diskusi
(a). Terangsang
untuk lebih memahami masalah dilingkungannya,
keluarga, masyarakat,organisasi, dan lingkungan lainnya.
(b). Menumbuhkan
bakat, sifat dan sikap kepemimpinan
(c). Latihan
merumuskan buah pikiran yang jelas dan singkat
(d). Melatih jiwa sabar
(e). Menubuhkan
jiwa toleransi
(f). Membina
dan melatih jiwa terbuka
(g). Mengembangkan
kemantapan pikiran, kestabilan emosi, dan kedewasaan berpikir.
5. Macam-macam Diskusi
a.
Bersifat informal
(1). Model Laju
IkanYaitu pembicaraan tidak resmi antar dua orang atau tiga orang dengan tempat
atauwaktu tidak tentu yang dapat menemukan beberapa alternatif
pemecahansetidaknya akan mendapat kan untuk menurunkan ketegangan dari suatupersoalan,
(2). Model Dengung lebah Terdiri
dari beberapa kelompok
kecil yang tidak
ada keterkaitan
biasanya dari duaatau sampai empat
orang
(3). Model debat Adu logika
antara seseorang dengan
yang lain tentang
sesuatu persoalan yang
didalamnya ada kelompok pro dan kontra
dan disini ada semacam ego kolektif.
b.
Bersifat Formal.
(1) . Model Lempar Katak Terjadinya pengumpulan gagasan
yang cukup singkat, lantaran gagasan tersebutditampung
oleh ketua diskusi dan jumlah anggotanya sekitar 8 sampai 12 orang.
(2) Model PanelYang berbicara adalah pakar dari berbagai
keahlian untuk meni jau
danmenganalisis suatu permasalah yang diajukan. Pertanyaan-pertanyaan
diajukanoleh
moderator dan peserta diskusi hanya memantau jalanya
diskusi.
(3). Simposium.Hampir sama dengan diskusi panel, hanya
dalam symposium para pakar dituntutuntuk mengungkapkan dan menjelaskan karya
tulisnya dan peserta dapatmengajukan berbagai sanggahan secara langsung atau
saran yang diajukan parapakar, karena itu symposium didalamnya berupa kajian
dan pendapat tidak sampaipada keputusan jadi ruang lingkupnya cukup jelas.
(4). SeminarTemu wicara untuk membahas suatu maslah
tertentu (terbatas pada suatu persoalan)melalui prasaran dan kajian yang
dimaksudkan untuk mendapatkan keputusanbersama.
(5). Work Shop (Loka Karya)Telaah terhadap persoalan
yang diikuti oleh orang ahli dalam permasalahan itu untuk mendapatkan suatu
keputusan .
(6). KonvensiHampir sama dengan symposium, membahas
persoalan yang cukup jelas, parapakar dan peserta diskusi berasal dari
bidang keahlian yang sama walaupun berasaldari lembaga yang berbeda.
(7). Rapat Kerja Pertemuan wakil-wakil pemimpin suatu
instansi untuk mengkaji suati pekerjaanyang sesuai dengan pekerjaan mereka.
(8). Diskusi kelompok (Group
Discusion)Beberapa orang yang mempunyai niat bersama terhadap suatu
persoalan , bertemudan bertukar pikiran, komunikasi yang lebih dekat dan
langsung karena baik tempatatau pun waktu dapat ditukar sendiri
oleh kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 6 sampai 8
orang. Pemimpin dipilih oleh kelompok itu sendiri dan biasberganti-ganti.
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini
dilaksanakan di MI. Nurul Huda Pesanggrahan
Jakarta Selatan dengan subyek
penelitian siswa kelas V yang berjumlah
36 siswa. Waktu penelitian dari bulan
September hingga Nopember 2011. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode Penelitian
Tindakan Kelas model Kemis
Taggart , dan dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus
melalui empat tahap, yaitu : (1)
perencanaan ( planning ). ( 2 )
tindakan ( action ). (3)
pengamatan ( observation
). ( 4 )
refleksi ( reflection ). Secara visual tahapan tersebut dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :
Selain
dengan cara mencatat hasil pengamatan, peneliti juga melakukan
dokumentasi. Pada tahap ini kolaborator
juga melakukan pengamatan terhadap situasi pembelajaran dan hasil pengamatannya
dituliskan pada lembar observasi yang telah disiapkan oleh peneliti.
Setelah melakukan tindakan dan
pengamatan, peneliti dan kolabolator melakukan perenungan atau refleksi dari
hasil pengamatan atau observasi.
Perenungan tersebut bertujuan untuk mengoreksi jalannya siklus yang telah
dilakukan dan melihat keberhasilan yang telah dicapai atau bahkan masalah yang
timbul pada siklus. Jika hasil dari
pembelajaran belum mencapai kriteria yang diharapkan, maka dilanjutkan siklus
selanjutnya dengan tahap-tahap yang sama.
Masalah yang timbul akan dicari solusinya dan diperbaiki pada siklus
selanjutnya. Jika peneliti menilai hasil
belajar dan proses pembelajaran sudah memenuhi apa yang diharapkan
peneliti, maka penelitian dihentikan.
Instrumen dalam penelitian ini
menggunakan lembar evaluasi, lembar
observasi, dan dokumentasi. Analisis
data menggunakan tehnik analisis desktriptif.
DAFTAR PUSTAKA
Maifalindra
Fatra & Abd. Rozak (2010). Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Alipandie,
Imansyah (1984). Didaktik Metodik.
Surabaya: Usaha Nasional
Furchan, Arif (1982). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Purwanto,
Ngalim (2006). Psikologi Pendidikan. Bandung
: Remaja Rosda Karya
Sudjana, Nana.
1991. Penelitian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Hamlik,
Oemar. (2002). Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Syah
Muhibbin. (2003). Psikologi Belajar.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sanjaya, Wina. (2006). Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenda Media.
Mulyasa. (2007).
Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Badan
Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan
Penyusunan KTSP Jenjang Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.